Kedudukan
Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK), Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam
pengadaan barang/jasa di daerah ternyata masih menjadi persoalan besar dan
pelik di kalangan aparatur daerah. Bagaimana kriteria dan persyaratan dalam
mengangkat pejabat yang bertanggung jawab dan melaksanakan pengadaan
barang/jasa berdasarkan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sekaligus juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah masih menjadi persoalan.
Adanya PPTK
dalam PP Nomor 58 tahun 2005 yang mempunyai fungsi dan kedudukan yang hampir
sama dengan PPK dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 masih menimbulkan pertanyaan
tentang kedudukan PPTK yang melaksanakan pengadaan barang/jasa. Demikian pula
dengan penetapan PPK dan Pejabat Pengadaan yang disyaratkan mempunyai
sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dikaitkan dengan PNS yang memegang
jabatan karier, sehingga bisa saja terjadi konflik internal antar aparatur
sebagai akibat adanya pejabat yang secara karier lebih tinggi pangkatnya namun
dalam pengadaan barang/jasa tidak bisa bertindak sebagai PPK.
“Isu hukum yang
muncul dalam permasalahan ini adalah bagaimana kedudukan PA/KPA, PPK, Pejabat
Pengadaan dan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan pengelolaan
keuangan daerah.”
SUMBER HUKUM-Undang-Undang
nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur kewenangan
Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran. Peraturan
Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang
mengatur kewenangan PA/KPA dan PPTK dalam pengelolaan Keuangan Daerah
Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang mengatur kewenangan PA/KPA, PPK dan Pejabat
Pengadaan dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah
ISU HUKUM -Perlunya
penegasan siapa yang dapat menjadi PA dan KPA dalam pengadaan barang/jasa
sebagaimana yang diatur dalam PP 58 tahun 2005 dan Perpres 54 tahun 2010. Bagaimana
kedudukan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan kewenangannya dalam
PP 58 tahun 2005. Perlunya
penegasan siapa yang dapat menjadi PPK dan Pejabat Pengadaan berdasarkan
Perpres 54 tahun 2010 terkait dengan PNS sebagai jabatan karir.
ANALISIS Kedudukan PA
dalam Pengadaan Barang/Jasa-Pasal 1 Angka 5
Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Pengguna Anggaran (PA) sebagai Pejabat
pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna
APBN/APBD. Definisi ini mengacu pada definisi PA dalam dalam Pasal 1 angka 12
UU No. 1 Tahun 2004, karena dalam konsiderans Perpres menyebutkan UU No. 1
Tahun 2004.
Mengenai siapa
yang dapat menjadi PA dalam Perpres tersebut tidak disebutkan, sehingga untuk
menentukan siapa saja yang dapat menjadi PA adalah dengan melihat aturan pada
UU No. 1 Tahun 2004, dimana yang dapat menjadi PA adalah :
a.
Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan pasal 4 ayat (1);
b. Gubernur,
bupati / walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah berdasarkan pasal 5 ayat (1);
c. Kepala SKPD
bagi SKPD yang dipimpinnya berdasarkan pasal 6 ayat (1).
Mengenai
kewenangan dari PA dalam pengadaan barang/jasa telah cukup jelas di dalam
Perpres No. 54 Tahun 2010.
Kedudukan KPA
dalam Pengadaan Barang/Jasa-Pasal 1 Angka 6
Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Kuasa Pengguna Anggaran sebagai
pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. Sebagaimana definisi PA, definisi KPA
tersebut mengacu pada definisi KPA dalam pasal 1 angka 18 UU No. 1 Tahun 2004.
Mengenai siapa yang dapat menjadi KPA tidak diatur,
mengingat bahwa definisi KPA adalah pemegang kuasa dari Pengguna Anggaran, karena
penetapannya berupa pelimpahan wewenang dengan memberi kuasa maka siapa saja
dapat ditetapkan oleh PA sebagai KPA dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan
siapa yang akan ditetapkan sebagai KPA pada dasarnya wewenang dari PA, namun
demikian dari hasil analisis penulis, khusus untuk Kepala Unit Kerja pada SKPD
yang akan ditetapkan sebagai KPA oleh Kepala Daerah harus diusulkan oleh
Pengguna Anggaran (dalam hal ini adalah Kepala SKPD) berdasarkan pasal 11 ayat
(2) PP No. 58 Tahun 2005 dan penjelasan pasal 5 UU No. 1 Tahun 2004.
Kedudukan KPA harus dilihat sebagai aparatur yang
menjalankan kuasa, sehingga kewenangan KPA terbatas berdasarkan khusus pada
pelimpahan kewenangan yang diberikan, dengan demikian ketika KPA ditetapkan
dalam pengadaan barang/jasa maka kewenangannya pun sesuai dengan kewenangan PA
sebagaimana yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010. Disamping itu juga KPA
bukanlah jabatan, baik secara struktural maupun fungsional, sehingga
pertimbangan dalam pemilihan aparatur yang ditetapkan sebagai KPA tidak terikat
apakah KPA harus pejabat struktural ataupun pejabat fungsional. Pertimbangan
yang baik dapat berdasarkan pada tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah
uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan
pertimbangan objektif lainnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat (3) PP
No. 58 Tahun 2005.
Kedudukan PPTK dalam Pengadaan Barang/Jasa-Pasal 1 Angka
16 PP No. 58 Tahun 2005 menyatakan bahwa Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang
selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang
melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan
bidang tugasnya. Berdasarkan pasal 12 ayat (1) PP No. 58 Tahun 2005, PA/KPA
menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK untuk melaksanakan program
dan kegiatan, dengan tugas mencakup (pasal 12 ayat 2):
- mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
- melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;
- menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Dengan demikian PPTK bertanggung jawab kepada pejabat
PA/KPA (pasal 13 ayat 2). Pemilihan PPTK berdasarkan pada pertimbangan
kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang
kendali dan pertimbangan objektif lainnya (Pasal 13 ayat 1). Berdasarkan uraian
diatas, PPTK merupakan pelaksana sekaligus penanggung jawab kegiatan di unit
kerja SKPD.
Pengadaan barang/jasa adalah salah satu kegiatan di
Kementerian/Lembaga/SKPD/Instansi sehingga berdasarkan ketentuan ini PPTK
berwenang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa. Namun demikian
dengan adanya Perpres No. 54 Tahun 2010, maka ketentuan yang mengatur tentang
pengadaan barang/jasa menjadi khusus berdasarkan asas preferensi hukum “Lex
Specialis Derogat Legi Generali” yang berarti bilamana terdapat 2 (dua)
peraturan/ketentuan yang sederajat (sejajar) dalam hierarki perundang-undangan
dan mengatur hal yang sama, dimana yang satu lebih bersifat khusus dan yang
lain bersifat umum, maka ketentuan yang lebih bersifat khusus yang diberlakukan[1].
Perpres No. 54 Tahun 2010 mengatur bahwa penanggung jawab
dalam kegiatan pengadaan barang/jasa adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
sedangkan pelaksananya dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan / Pejabat
Pengadaan, tidak ada kewenangan yang diatur dan diberikan kepada PPTK dalam pengadaan
barang/jasa. Kedudukan PPTK dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (3)
Perpres No. 54 Tahun 2010 yaitu sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh PPK
untuk membantu pelaksanaan barang/jasa. Jadi jelas PPTK yang berada dalam
Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi tidak mempunyai kewenangan dalam pengadaan
barang/jasa.
Bagaimana dengan PPTK yang merangkap sebagai PPK? Karena
tidak ada larangan maka hal tersebut diperbolehkan, dengan syarat bahwa dalam
kapasitas sebagai PPK, aparatur tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai
seorang PPK. Tidak dapat dikatakan bahwa seorang PPTK karena mempunyai
kewenangan sebagai pelaksana dan penanggung jawab di SKPD maka dapat menjabat
sebagai PPK walaupun kriteria aparatur tersebut tidak memenuhi persyaratan yang
dibutuhkan sebagai seorang PPK.
Kedudukan PPK dan Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pasal 1 Angka 7
Perpres No. 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen yang
selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 1 Angka 9 Perpres No. 54 Tahun 2010 menyatakan
bahwa Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian
Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Dari definisi
tersebut jelas bahwa dalam pengadaan barang/jas PPK adalah pejabat yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pejabat pengadaan adalah pejabat yang
melaksanakan, kedudukan Pejabat Pengadaan secara fungsi sama dengan ULP.
PPK dan Pejabat Pengadaan ditetapkan oleh PA/KPA sebagaimana
disebutkan dalam pasal 8 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010. Penetapan PPK
dilakukan berdasarkan persyaratan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 12 ayat
(2) dan ayat (3), yaitu :
- memiliki integritas;
- memiliki disiplin tinggi;
- memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
- mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
- menandatangani Pakta Integritas;
- tidak menjabat sebagai pengelola keuangan (dalam penjelasan disebutkan yang dimaksud pengelola keuangan disini yaitu bendahara/verifikator/Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar); dan
- memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
- berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
- memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
- memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
Khusus untuk PPK di daerah berdasarkan pasal 127 huruf c
yang mengatur ketentuan masa transisi menentukan bahwa terhitung sejak 1
Januari 2012 wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa
Persyaratan untuk ditetapkan sebagai Pejabat Pengadaan
adalah berdasarkan pasal 17 ayat (1), yaitu :
- memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
- memahami pekerjaan yang akan diadakan;
- memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;
- memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;
- tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pejabat yang menetapkannya sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan;
- memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan
- menandatangani Pakta Integritas.
Berdasarkan aturan persyaratan tersebut jelas bahwa baik
PPK maupun Pejabat Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun
fungsional), keduanya merupakan jabatan khusus yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan untuk kepentingan khusus, dalam hal ini untuk kepentingan
pengadaan barang/jasa di Pemerintahan. Tidak ada persyaratan lain yang diatur
ataupun ruang yang diberikan untuk persyaratan tambahan bagi PPK ataupun
Pejabat pengadaan karena tujuan adanya persyaratan tersebut bukan mencari
aparatur daerah yang sudah senior atau mencari aparat daerah yang pangkatnya
tinggi atau golongannya yang tinggi serta bukan pula bertujuan jabatan tersebut
disesuaikan dengan jenjang kepangkatan yang ada.
Sebagaimana tersirat dalam Penjelasan Perpres No. 54
Tahun 2010, aparatur yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa dituntut
merupakan seorang yang profesional dan tidak berpihak (independen) agar dapat
menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders)
secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. Hasil akhirnya adalah
penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah harus efisiensi dan efektif, dengan demikian diperoleh
barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan
baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas
Pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Kedudukan PNS yang memegang jabatan karir secara
struktural dan fungsional adalah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan
secara umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang PNS. Dengan demikian ketika aparatur di daerah menjabat sebagai PPK
ataupun Pejabat Pengadaan walaupun kewenangan yang diberikan Perpres cukup
besar namun terbatas hanya dalam pengadaan barang/jasa, diluar kepentingan
tersebut aparatur tersebut tetaplah sebagai PNS yang memegang jabatan karirnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KESIMPULAN-Pengguna
Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah : Menteri/pimpinan
lembaga bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;Gubernur, bupati /
walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah; Kepala SKPD bagi SKPD yang dipimpinnya.
Kuasa Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa
adalah pemegang kuasa Pengguna Anggaran yang memiliki kewenangan berdasarkan
kepada pelimpahan wewenang yang diberikan dalam kuasa. Kewenangan KPA dalam
pengadaan barang/jasa sama dengan kewenangan PA sebagaimana yang diatur dalam
Perpres No. 54 Tahun 2010.
Perpres No. 54
Tahun 2010 tidak memberikan kewenangan kepada PPTK yang berada dalam
Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi dalam pengadaan barang/jasa.
PPTK dapat
bertindak sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh PPK., PPK maupun
Pejabat Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun fungsional),
keduanya merupakan jabatan khusus yang diberikan oleh Peraturan Presiden No. 54
Tahun 2010 untuk kepentingan pengadaan barang/jasa di Pemerintahan. Aparatur
yang menjabat sebagai PPK ataupun Pejabat Pengadaan Walaupun
mempunyai kewenangan yang cukup besar berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010
namun kewenangan tersebut terbatas hanya dalam pengadaan barang/jasa, diluar
kepentingan tersebut aparatur tersebut tetaplah sebagai PNS yang memegang
jabatan karirnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(*)